Jumat, 25 November 2011

Nasibmu Guru Tidak Semulia Kerjamu

JAKARTA, KOMPAS.com - Masih adanya kesenjangan pendapatan, tunjangan, dan fasilitas yang diterima oleh guru tidak tetap (honorer), menunjukkan bahwa pemerintah berlaku diskriminatif. Hal itu dikatakan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Fraksi PKS, Raihan Iskandar, Jumat (25/11/2011).

Menurutnya, perlakuan diskriminatif itu muncul seiring adanya pengelompokkan status guru. Berdasarkan data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010 (sekarang Kemdikbud), pemerintah menggolongkan guru menjadi beberapa kelompok, yaitu Guru PNS, PNS Depag, PNS DPK, Guru Bantu, Guru Honor Daerah, Guru Tetap Yayasan, dan Guru Tidak Tetap.

Penggolongan inilah yang menurutnya mengakibatkan ada perbedaan pendapatan, tunjangan, dan fasilitas yang diterima oleh para guru.

Padahal tugas yang dilakukan oleh para guru tidaklah berbeda. Para guru memiliki tugas yang sama yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik

Ia menjelaskan, kesenjangan pendapatan itu terlihat dari penghasilan yang diterima oleh para guru PNS yang bisa mencapai sekitar Rp 6 juta per bulan. Pendapatan itu terdiri dari gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, dan tunjangan fungsional, serta maslahat tambahan.

Sementara itu, lanjutnya, fasilitas lain yang diterima oleh para guru PNS adalah tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan yang lainnya.

Di sisi lain, secara kontras, guru tidak tetap (honorer) hanya mendapatkan honor dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang besarnya bervariasi, mulai dari Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu per bulan. Sejalan dengan itu, guru honorer pun sangat sulit memperoleh kesempatan untuk mengikuti program sertifikasi, apalagi mendapatkan maslahat tambahan, sebagaimana yang diperoleh guru tetap atau guru PNS.

"Padahal tugas yang dilakukan oleh para guru tidaklah berbeda. Para guru memiliki tugas yang sama yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen," urainya.

Bahkan, lebih jauh ia mengungkapkan, di beberapa kasus ditemui, tugas yang seharusnya dikerjakan oleh guru tetap, justru dilakukan oleh para guru honorer.

Untuk itu, ia menilai, sejumlah perlakuan diskriminatif yang diterima para guru menunjukkan bahwa Pemerintah belum sepenuhnya menempatkan guru sebagai tenaga professional sebagaimana dinyatakan dalam pasal 2 ayat 1 UU Guru dan Dosen.

"Seharusnya, pemerintah memperlakukan semua guru secara adil. Pemerintah harus memberikan kesempatan yang sama bagi semua guru, baik guru tetap, maupun honor untuk mendapatkan haknya sebagai tenaga professional tersebut," kata Raihan.

Dalam Pasal 34 ayat 1 UU Guru dan Dosen juga disebutkan jika pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat.

"Oleh karenanya, momentum hari guru ini, jangan sekedar dijadikan ajang pidato seremonial belaka yang seolah-olah menunjukkan keberpihakan Pemerintah terhadap guru, termasuk juga guru honorer. Pemerintah harus secara nyata menghilangkan segala kebijakan yang diskriminatif di kalangan guru," paparnya.

Selasa, 15 Maret 2011

MANUSIA BERADA DALAM BAHAYA

Sesungguhnya manusia senantiasa berada dalam keadaan rawan. Karena kematian senantiasa mengancamnya dari segala arah, bahkan kenyataannnya setiap detik ada orang yang meninggal. Baik karena bencana seperti banjir, longsor, gempa, atau karena konflik, kecelakaan, kejahatan, penyakit dan wabah, bahkan banyak di antara kita yang sehat wal’afiat, jauh dari wilayah konflik dan bencana serta hidup dengan aman sejahtera, namun mendadak meninggal.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, pasal hadits-hadits para nabi, bab kematian Nabi Musa u , dari Abu Hurairah t : ” Malaikat maut diutus kepada Nabi Musa (dengan menyerupai manusia) membawa kabar kematian. Maka Nabi Musa menampar mukanya tepat pada matanya. Lalu malaikatpun kembali kepada Allah dan berkata: ya Robbi Engkau telah mengutusku kepada orang yang tidak menginginkan kematian. Allah menjawab: baiklah katakan pada Musa agar meletakan tangannya pada tubuh sapi dan katakan bahwa usianya akan ditambah sebanyak bulu sapi yang tertutup oleh telapak tangannya itu, 1 helai sama dengan 1 tahun. Seteleh pesan itu disampaikan Nabi Musa u berkata: ya Robbi setelah itu apa? Allah I menjawab: “setelah itu adalah kematian”. Akhirnya Nabi Musapun berkata: kalau demikian halnya matikanlah saya sekarang”.

Jadi masalahnya bukan bagaimana caranya kita menghindari kematian itu. Karena kematian itu pasti datang, baik ditunggu ataupun dilupakan, baik dalam keadaan genting ataupun aman, dalam keadaan senang atau sedih. Tapi masalahnya adalah bagaimana keadaan kita ketika kita sudah masuk ke alam barzakh (kubur) kemudian masuk ke alam Akhirat. Apakah kita akan masuk ke dalam golongan orang-orang mu’min atau sebaliknya masuk ke dalam golongan orang-orang berdosa dan kafir.

Dari Barra bin Azib (t), bahwa Rasulullah e bersabda dalam hadits yang panjang:

” Sesungguhnya hamba yang mu’min jika sudah dalam detik-detik meninggalkan dunia menuju Akherat, ia akan didatangi oleh serombongan Malaikat yang banyaknya sejauh mata memandang, wajah mereka bersinar laksana matahari, mereka membawa kain kafan dari Surga yang amat wangi. Lalu turunlah malaikat maut untuk mencabut ruhnya. Lalu dikeluarkanlah ruh itu dengan amat mudah seperti mengeluarkan setetes air dari mulut teko. Kemudian para malaikat pun segera mengambil ruh itu dan meletakkannya di atas kain kafan, maka tersebarlah aroma wewangian yang luar biasa. Lalu rombonganpun membawa ruh itu ke atas langit sampai bertemu dengan Allah I. Setiap malaikat langit yang berpapasan bertanya kepada mereka: Ruh siapakah gerangan yang harum ini? rombonganpun menjawab: ini adalah ruh fulan bin fulan dengan menyebut nama panggilannya yang paling bagus ketika ia di dunia. Lalu seluruh malaikat langitpun ikut mengiring ruh yang baik ini sampai bertemu dengan Rabbul Izzah. Ketika sampai, Allah I berfirman: tulislah hambaku ini ke dalam golongan orang-orang yang tinggal di Surga ‘Illiyyin” (surga yang tinggi). Lalu rombongan-pun kembali ke bumi dan memasukan kembali ruh itu ke dalam jasadnya ketika ia sudah berada di lubang lahad ……

Adapun hamba yang kafir saat kematiannya tiba, datanglah rombongan malaikat yang bermuka hitam, banyaknya sejauh mata memandang, mereka membawa kain lap kumal dan berbau busuk. Lalu turunlah malaikat maut, mengumpulkan nyawanya dari seluruh anggota tubuh, lalu keluar dengan menarik ruhnya sekaligus seperti mencabut kawat berduri dari kapas yang basah,. Maka rombongan malaikatpun dengan kasar meletakan ruh itu ke atas kain busuk tadi sehingga tersebarlah bau busuk yang menyengat. Lalu rombonganpun membawa ruh tersebut ke atas langit. Setiap kali berpapasan dengan malaikat, malaikat itu menghindar sambil bertanya: ruh siapakah gerangan yang amat bau ini ? rombongan pun menjawab : ini adalah ruh si fulan bin fulan dengan menyebut namanya yang paling jelek waktu di dunia .Ketika sampai di langit pertama pintu pun di ketuk, namun malang malaikat penjaga langit tidak mengizinkannya untuk menghadap Rabbul Izzah.
Lalu Rasululah membaca ayat:

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan berlaku sombong terhadapnya tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak akan masuk Syurga hingga seekor unta dapat melewati lubang jarum, dan demikianlah kami membalas orang-orang jahat” . (Surat Al-A’rof:40)
Maka rombonganpun melemparkan ruh itu dan menghempaskannya ke bawah dengan sekeras-kerasnya. Lalu Rasulullah membaca Firman Allah :”"Dan barang siapa yang menyekutukan Allah maka sesungguhnya itu seperti dilemparkan dari atas langit sehingga disambar burung atau diterbangkan angin ke tempat yang dalam”.(Surat Al-Haj:31). (Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Nasai).

Demikianlah perjalanan ruh setiap anak manusia setelah kematiannya. Hanya ada dua kemungkinan, menjadi ruh yang baik atau sebaliknya menjadi ruh yang buruk. Dan bagi orang yang mu’min kematian adalah merupakan ‘bel istirahat’ dari kepenatan kehidupan dunia. Sekarang ia beristirahat di alam barzah yang luas terbentang menunggu Hari Kiamat dengan tidur pulas sehingga tidak merasakan kejemuan menunggu.

Sementara ruh bagi orang yang kafir dan banyak dosa , maka kematiannya merupakan bagaikan ‘sirine kebakaran’. Ia akan memulai hari-harinya dengan kesibukan-kesibukan menghadapi siksa Allah yang tidak pernah ada hentinya. Firman Allah I :

“Kepada mereka dinampakkan api Neraka setiap pagi dan petang. Dan pada hari Kiamat (diperintahkan kepada Malaikat): masukanlah Fir’aun dan pengikutnya ke dalam azab yang sangat keras”. (Surat Al-Mu’min:46)
Mengingat Mati adalah obat mujarab

Banyaknya problema kehidupan yang kita hadapi, dan menumpuknya kewajiban yang kita pikul – sehingga seorang muslim merasakan benar apa yang dikatakan oleh seorang juru da’wah bahwa kewajiban itu lebih banyak dari waktu yang tersedia – Tentu akan membuat lelah fisik, penat pemikiran dan ruhiyah. Sehingga banyak yang merindukan adanya hari ke delapan dan ke sembilan.
Seseorang datang kepada Umar bin Khattab t lalu mengatakan: “tidakkah tuan beristirahat sejenak dari pekerjaan ini”. Beliau menjawab: bukan di sini tempat beristirahat, tapi tempat istirahat kita adalah di Akhirat”.
Tidak ada yang lebih ampuh nasehatnya daripada nasehat yang diberikan jenazah dan batu nisan, oleh karenanya menghadirkan gambaran keadaan kita ketika maut menjelang adalah perbuatan yang sangat utama bagi orang yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya. Wallahu A’lam Bishshawab

Senin, 10 Januari 2011

RENUNGAN

Renungan ………

Satu analisis; Berlakunya gejala sosial di kalangan anak-anak remaja seperti;

• Pergaulan bebas
• Anak lari dari rumah
• Derhaka kepada Ibu/Bapa
• Ponteng sekolah
• Tidak bermoral
• Murtad

Dan sebagainya adalah berpunca dari kosongnya jiwa anak-anak itu daripada Al-Quran dan Agama Allah. Apabila ini dibiarkan boleh membawa bencana yang besar kepada anak-anak dan generasi akan datang.

Rasulullah SAW mengingatkan;
1. “Anak itu dilahirkan dalam keadaan Fitrah (suci) maka Ibu Bapanyalah yang membentuk (akhlak) anak itu samada Yahudi, Nasrani atau Majusi”…..

2. Jangan tinggalkan anak kamu dalam keadaan lemah (Tidak berakhlak dan tidak beragama)

3. Didiklah anak-anak kamu sebab mereka akan hidup di satu zaman yang tidak sezaman dengan kamu…..

Fikirkanlah wahai insan mulia yg bernama ibu/bapa; “kemanalah hala tuju anak-anak kita?” Apa akan jadi pada mereka setelah kita tiada?.........

Rabu, 21 Juli 2010

"SABAR ADALAH PERINTAH ALLAH SWT"

"Sabar"--- kata yang sangat mudah diucapkan, namun sulit untuk dilaksanakan. "Sabar" adalah sebuah kesadaran yang timbul dan manifestasi iman dan ikhlas. "


"Sabar" secara konkrit tidak terbatas pada ruang dan waktu. "Sabar" adalah menahan diri dan menanggung suatu penderitaan baik dalam sesuatu yang tidak diinginkan ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang sangat dicintai atau disenangi.


Menurut Imam Al-Gozali, "sabar" adalah sesuatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama. Sedangkan menurut Ulama Sufi, "sabar" adalah tidak mudah teragitasi oleh sesuatu kejadian yang di luar keinginan manusia. Jadi "sabar" adalah sanggup menunggu yang ditunggu adalah sesuatu yang pasti datang ("sabar" dalam kamus Islam adalah aktif dan dinamis).


Salah satu akhlak muli
a yang harus dimiliki kaum Muslimin adalah "sabar" dan tahan menderita, karena "Allah". "Sabar" dalam melatih diri dan rela terhadap sesuatu yang tidak disenanginya yang menyangkut ibadah kepada "Allah".



Umat Islam sangat dianjurkan untuk menjadi orang ya
ng "sabar". "Allah" telah memfirmankan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqqarah Ayat 45 : "Dan mintalah pertolongan (kepada "Allah") dengan "sabar" dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali orang-orang yang khusyuk".


Ke"sabar"an dan tidak berkeluh kesah termasuk akhlak yang harus diusahakan dan diperoleh melalui latihan dan perjuangan melawan hawa nafsu. Setiap kaum Muslimin mengetahui bahwa "sabar" merupakan perintah "Allah" SWT sebagaimana firman "Allah" dalam Surat Ali 'Imran Ayat 200: "Hai orang-orang yang beriman, ber"sabar"lah kamu dan kuatkanlah ke"sabar"anmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada "Allah" supaya kamu beruntung (sukses)."


Dan firman "Allah" dalam Surat Al-Baqaeah Ayat 153: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah "sabar" dan shalat sebagai penolongmu....."


Lalu firman "Allah" SWT dalam Surat An-Nahl Ayat 127: "Ber"sabar"lah (hai Muhammad) dan tiadalah ke"sabar"anmu itu melainkan dengan pertolongan "Allah"...."



Kemudian firman "Allah" dalam Surat Luqman Ayat 17: ".... dan ber"sabar"lah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh "Allah").'"


Juga firman "Allah" dalam Surat Al-Baqarah Ayat 155-157: "... Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang "sabar", (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."


Kemudian "Allah" berfirman dalam Surat As-Sajadah Ayat 24: "Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka "sabar" dan selalu meyakini ayat-ayat Kami."


"Allah" sangat menyukai orang-orang yang "sabar", oleh karena itu "Allah" selalu menyertai orang yang "sabar", seperti yang difirmankan-Nya dalam Al-Qur'an Surat Al-Anfaal 46 : "....., sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang "sabar".


Bahkan, begitu cintanya "Allah" kepada orang yang "sabar", "Allah" memberikan kekuatan, seperti yang dijanjikan-Nya dalam Al-Qur'an Surat Al-Anfaal Ayat 66 : "Sekarang "Allah" telah meringankan kepadamu dan Dia telah
mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang "sabar", niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang, dan jika di antaramu ada seribu orang (yang "sabar"), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin "Allah". Dan "Allah" beserta orang-orang yang "sabar".


Balasan bagi orang-orang yang "sabar" sangatlah besar. "Allah" akan member
ikan balasan kepada orang-orang yang "sabar " dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Al-Qur'an, Surat An Nahl Ayat 96).

Sabtu, 03 Juli 2010

Siapa Wanita yang pertama masuk surga?.. ingin jelas baca bacaan ini!

Women2Pernahkah terbersit dalam pikiran anda untuk bertanya “Siapa sih wanita yang pertama masuk surga di akhirat kelak?”. Sebuah pertanyaan iseng yang kalo dipikir-pikir sih ternyata membuat kita penasaran juga ya. Jika anda penasaran (seperti juga aku ketika itu), maka anda sama penasarannya dengan Siti Fatimah, putri Rasulullah Saw. Ia berniat menanyakan hal ini kepada ayahandanya.

Lalu, apakah anda menduga bahwa wanita yang pertama masuk surga itu adalah Siti Fatimah? Atau ibunda beliau Siti Khadijah, atau Siti Aisyah ataukah salah satu dari keluarga Rasulullah Saw lainnya? Mmm. Jika iya, jawaban anda ternyata salah. Inilah hebatnya Islam, tidak mengenal istilah ‘nepotisme’ (hehehe). Dalam sebuah ceramah agama, akhirnya aku tahu, ternyata wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah. Anda kaget? Sama seperti Siti Fatimah ketika itu, yang mengira dirinyalah yang pertama kali masuk surga.

Siapakah Muti’ah? Karena rasa penasaran yang tinggi, Siti Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama Muti’ah ketika itu. Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat wanita itu bisa masuk surga pertama kali? Mmm, pencarian pun dimulai, sodare-sodare…

Setelah bertanya-tanya, akhirnya Siti Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah tersebut. Kali ini ia ingin bersilaturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat kehidupannya. Waktu itu, Siti Fatimah berkunjung bersama dengan anaknya yang masih kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.

“Di luar, siapa?” kata Muti’ah tidak membukakan pintu.

“Saya Fatimah, putri Rasulullah”

“Oh, iya. Ada keperluan apa?”

“Saya hanya berkunjung saja”

“Anda seorang diri atau bersama dengan lainnya?”

“Saya bersama dengan anak saya, Hasan?”

“Maaf, Fatimah. Saya belum mendapatkan izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki”

“Tetapi Hasan masih anak-anak”

“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami saya”

“Baiklah” kata Fatimah dengan nada kecewa. Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.

Keesokan harinya, Siti Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein (saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.

“Suami saya sudah memberi izin bagi Hasan”

“Tetapi maaf, Muti’ah. Husein ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”

“Dia perempuan?”

“Bukan, dia lelaki”

“Wah, saya belum memintakan izin bagi Husein.”

“Tetapi dia juga masih anak-anak”

“Walaupun anak-anak, dia juga lelaki. Maaf ya. Kembalilah esok!”

“Baiklah” Kembali Siti Fatimah kecewa. Namun rasa penasarannya demikian besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan dikunjunginya tersebut diperkanankan masuk surga pertama kali.

Akhirnya hari esok pun tiba. Siti Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun diperkenankan berkunjung ke rumahnya. Betapa senangnya Siti Fatimah karena inilah kesempatan bagi dirinya untuk menguak misteri wanita tersebut.

untitled-3-copyMenurut Siti Fatimah, wanita yang bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita. Ia melakukan shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Siti Fatimah masih penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia” wanita itu tidak terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.

“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”

“Ada keperluan apa?”

“Saya harus mengantarkan makanan ini kepada suami saya”

“Oh, begitu”

Tidak ada yang salah dengan makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya. Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.

“Untuk apa cambuk ini, Muti’ah?” kata Fatimah penasaran.

“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku semenjak dulu”

Fatimah benar-benar penasaran. “Ceritakanlah padaku!”

“Begini, setiap hari suamiku pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku buat ini enak atau tidak, apakah suaminya seneng atau tidak. Jika ada yang tidak enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya”

“Masya Allah, hanya demi menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”

“Saya hanya memerlukan keridloannya. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan sang suami ridlo kepada istrinya”

“Ya… ternyata inilah rahasia itu”

“Rahasia apa ya Fatimah?” Mutiah juga penasaran.

“Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata semua gara-gara baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”

“Masya Allah… Subhanallah…”

KEUTAMAAN SURAT AL FATIHA

[87] Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Qur'an yang agung.
[88] Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.
[89] Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan".
[90] Sebagaimana (Kami telah memberi peringatan), Kami telah menurunkan (azab) kepada orang-orang yang membagi-bagi (Kitab Allah),
[91] (yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al Qur'an itu terbagi-bagi.
[92] Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua,